Tuesday, May 12, 2020

Selamat dari Neraka di Kapal Cruise Diamond Princess - Bagian 1 dan 2








Terima kasih Dr. E. Nugroho, yang telah membuatkan kedua videos ini.

Semua AKU yang punya

Saya telah di angkat dari lembah kematian oleh tangan TUHAN yang kuasa.
Isteri Farida dan saya, bersama dengan 4 teman Canada, ikut cruise Diamond Princess: 20 Jan sd 4 Feb 2020. Namun 04 Feb di Yokohama, kami tak bisa keluar, karena harus di karantina. Pada 7 Februari 2020, saya mulai sakit. Dimulai beringus, lalu batuk kering, tak nafsu makan, muntah, mau tidur terus, sakit kepala dan badan panas. Sampai panas 39.5 Celsius, akhirnya dirawat di Saiseikai Yokohamashi Tobu Hospital: 11 Feb sampai dengan 6 Maret, dengan diagnosa: ARDS, pneumonia Covid-19.
12 Feb nafas makin sulit, dan team dokter menganjurkan saya untuk dipasang ventilator. Saya menolak, karena ingat akan papa yang setelah memakai ventilator, tak bisa bicara sampai papa meninggal. Saya sadar waktu sudah dekat, minta pengakuan-dosa, dan sakramen Ekaristi dan Orang sakit. Untung Dodi mengenal Pastor Antonius Firmansyah SJ yang kebetulan bertugas di Tokyo. Saya diberikan Sakramen pengampunan-dosa dan Blessings melalui telpon, karena Pastor tidak dapat masuk ke RS.
“Sekarang sudah banyak kemajuan kedokteran. Ikuti saja pendapat dokter...”, desakan anak-anak dan isteri. Akhirnya 13 Feb saya menyatakan setuju, dan 14 Feb ventilator dipasang. Dalam ventilator, saya merasa berada di ruang yg sangat panas. Di Ujung kaki terlihat api warna merah kuning menyala-nyala. Saya takut mati. Saya panggil TUHAN Jesus.
“ Jesus datanglah, Jesus datanglah.” Saya teriak walaupun sebetulnya tak ada suara yang keluar.
“ Datanglah Jesus, biarlah saya memegang jubah-MU, maka saya akan sembuh.”
“ Mana janji-MU, Mana? Mana? “
“ ENGKAU bilang, mintalah, ketuklah, maka kamu akan mendapat.”
“ Mana janji -MU?”
“ Tetapi saya tak mau di jemput pulang, saya masih ingin melihat cucu-cucu menjadi besar.” Lalu terjadi tawar-menawar dengan malaekat TUHAN.
Lalu riwayat hidup saya di rewind. Diperlihatkan semua keburukan dan dosa-dosa saya. Lalai, pelit, sombong. Tiba-tiba terdengar suara
“Semua ini AKU yang punya !”
Saya menangis, menyesal sekali dan bertobat.
“ Jesus sembuhkanlah saya..”
Begitu permintaan saya ber-kali-kali sambil menangis. Kemudian saya tidak ingat apa-apa. Sayup-sayup saya mendengar suara dokter Kawai. Rupanya tanggal 20 Feb, ventilator dicabut, lalu saya dipindah ke ruang ICU-biasa, “ Saya mau cabut semua pipa, apakah boleh? ” Saya tidak bisa bilang apa-apa, karena badan saya lemah sekali. Bagaimana bila alat bantu ini diangkat? Dari jendela, Farida terlihat mengangguk-angguk kan kepala: “Setuju saja, ikuti saja perintah dokter.”
Saya anggukan kepala, semua pipa selang diangkat, sampai selang infus khusus untuk memasukkan obat dan ambil sample darah diangkat juga.
Sejak saat itu saya semakin membaik. Latihan duduk, berjalan sedikit dituntun, lalu berjalan sendiri dengan tiang infus. Dokter Nakajima memberikan rencana saya untuk keluar RS, yaitu:

“ Bila keadaan membaik, kamu akan dipindah ke kamar biasa. Lalu bila semua baik dan hasil test Covid-19 dua kali negatif, kamu boleh keluar RS.”
Saya tanya: “Kapan saya boleh keluar dari ICU?”, dokter tidak menjawab, lalu pergi.
Hanya perawat menjawab:, “Bila semuanya membaik." Artinya tak ada waktu yg pasti.

Saya tak mau mati, dan tak mau cacat. Saya segera, sebisanya, terus berlatih dengan semangat. Kalau tidak mengantuk saya jalan kaki, usahakan sedikit hanya 10 menit, dan sampai 3 x 30 menit sehari. Saya merasa hopeless dan useless. Untunglah perawat sangat baik, sampai ditanya hobinya apa. “Menyanyi.” Lalu perawat Izume mengajak saya bernyanyi bersama: “ I’ll just called to say I love you.”

Di Ruang ICU-biasa, 20-26 Feb, di kamar biasa 26 Feb--6 March. Tanggal 6 March, saya keluar RS, dan ke hotel bertemu kembali dg Farida. Langsung bisa latihan jalan di pertokoan di sekitar hotel. Syukur kami cepat sekali dapat tiket pesawat. Dalam dua hari, tanggal 8 Maret 2020, kami terbang kembali ke Ottawa.

Dari catatan isteri, ternyata saya sebenarnya sudah mati tanggal 17 Feb.
15 Feb: Petrus was in bad condition. Kata dr. Toyoda yang mengantar Farida melihat saya.
16 Feb P was worse
17 Feb P tidak ada harapan..
18 Feb... ajaib.. keadaan P membaik, ada gerakan bola mata.
19 Feb keadaan umum makin membaik. Lab membaik, dan direncanakan untuk extubasi 20 Feb, bila semua tetap membaik.
20 Feb intubasi dicabut. Puji Tuhan !

Untunglah Farida tidak kena covid, sehingga ia bisa menolong saya, sewaktu saya sakit. Agar dekat, Farida dapat menginap di RS. Sebelumnya RS hanya untuk orang yang sakit saja. Farida menginap di RS 14 Feb sd 1 Maret. Lalu pindah ke hotel 1 Maret.

Saya berterima kasih sekali atas bantuan pengobatan team dokter, perawat RS. Dan doa semua teman dan saudara, biarawan-biarawati, terutama isteri dan anak, yang telah berupaya mengetuk pintu ke-Rahim-an Tuhan. Saya mendapat doa-doa, puasa, dan perjamuan Misa Suci. Yang mendoakan saya, juga teman Kristen, Islam, dan yang tak beragama.

Sampai di Ottawa jam 1 am, dini hari hari 9 March 2020.
Di Ottawa, saya terus berlatih pernafasan, dan membaca Kitab Suci + doa rosario + doa Jesus meditasi satu jam setiap hari. Mohon terus rahmat TUHAN, pasca Covid masih membahayakan kesehatan. Bersyukur, puji TUHAN, saya bisa bertemu dan bermain dengan cucu-cucu. Hanya kerongkongan cepat kering, dan masih cepat capai.
Semuanya ini terjadi karena berkat dan bantuan TUHAN yang Mahakuasa. Yang menarik saya dari lembah kematian. TUHAN memberikan kesempatan saya hidup kembali, agar saya bisa mengajak orang lain datang dan menikmati berkat yang sama seperti saya alami. Amin.

Petrus T


No comments:

Post a Comment